MISTERI KEILAHIAN: MAKNA ANGKA-ANGKA DALAM MENGUNGKAP KERANGKA RAHASIA ALAM SEMESTA MELALUI SALIB ATLANTIS, LEWOTANAH, PANCASILA
Pendahuluan
Paling
tidak lebih kurang 2500 tahun yang lalu para filsuf mengajukan
pertanyaan tentang rahasia alam semesta dan misteri manusia kemanusiaan,
(kerangka pikiran filosofis yang demikian dapat tertelusuri dalam Ernst Cassirer, melalui karyanya An Essay On Man, diIndonesiakan menjadi Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Essey Tentang Manusia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988). Filsuf Pitagoras bicara tentang bilangan/angka-angka.
Bilangan menurut Pitagoras merupakan sesuatu yang sakral, karena
bilangan atau angka-angka yang akan menyelesaikan atau membuka rahasia-rahasia tentang Alam.
Demokritos dengan pengertian tantang Atom dan substansi Alam. Salah satu pikiran yang dikemukakan oleh Demokritos adalah gagasannya mengenai Ruang. Kalau kita memotong buah apel, maka yang kita potong sebenarnya adalah ruang. Anaximenes dan Anazimander berkutat tentang Evolusi. Ditandaskan oleh mereka bahwa kehidupan itu bermula dari Air. Kemudian berproses melalui kompleksitas peningkatan makhluk-makhluk.
Setelah
manusia membicarakan tentang bilangan, zat atau substansi dari alam
dan masalah proses yang dijalani oleh Alam, maka dalam sejarah
perkembangan tertelusuri muncul pergelutan tentang misteri manusia
kemanusiaan. Terkisahkan 3 orang filsuf, Socrates mulai bergelut dan bertanya tentang Manusia.
Ditandaskan bahwa kehidupan manusia yang tidak direnungkan merupakan
suatu kehidupan yang tidak bermakna atau sebuah kehidupan yang sia-sia.
Oleh karena itu dalam kehidupan manusia, sangat perlu untuk
dipertanyakan pada diri sendiri si manusia itu, antara lain tentang
tujuan hidup si manusia itu, sesungguhnya untuk apa. Tentu menyentuh
pula pertanyaan tentang Identitas dan Eksistensi tentang manusia dan
kemanusiaan.
Kemudian tampil dua filsuf besar lain, keduanya merupakan murid Socrates, yakni Plato dan Aristoteles. Dari Plato terwarisi Teori Dua Dunia. Menurutnya dunia ini terbelah menjadi Dua, yaitu Dunia Ide-ide yang disebut sebagai dunia bentuk-bentuk sempurna dan abadi. Dunia yang satu lagi adalah Dunia Indrawi
yang selalu berubah-ubah dan tidak sempurna. Dengan demikian menurut
Plato, manusia itu dipahami melalui dua pengertian yaitu Dunia Badan dengan Dunia Jiwa.
Bagi Plato, dunia jiwa itu berasal dari alam lain yang menjadi tujuan
akhir perjalanan hidup manusia. Sedangkan dunia Badan itu, raga, nyata
yang terinderakan.
“Dua Dunia”-nya Plato ini dalam perenungan memunculkan pertanyaan apa bedanya ‘jiwa’ dengan ‘kesadaran’?
Pertanyaan demikian diwariskan oleh Plato dan sang filsuf itu
mengganggap bahwa jawaban seperti ini baru dapat dijawab melalui
kemampuan yang disebut kemampuan matematik. Dengan demikian
bagi Plato, ilmu yang membuka segala rahasia alam dan misteri manusia
kemanusiaan, adalah Ilmu Matematik. Dia mengatakan bahwa jiwa masuk ke
dalam badan lalu dengan demikian menjalani kehidupan sebagai manusia,
tetapi jiwa itu tetap membawa berbagai hal dari dunia sana yaitu pengetahuan.
Namun pengetahuan yang mendalam (cermat) itu belum tampil, sebelum manusia menjadi pintar dan bijak. Maka itu proses dimana daya ingat
mulai muncul kepermukaan melalui proses pergulatan dan perenungan
(kontemplase). Dengan demikian masalah pengetahuan untuk Plato adalah
masalah daya ingat. Sebab bagi Plato, sebetulnya pengetahuan itu sudah
kita bawa dari dunia lain: maka itu proses ini disebut sebagai proses “anamese”,
yakni suatu proses di mana melalui daya ingat manusia mencoba
mengingat-ingat kembali hal-hal yang terinderakan, kemudian menemukannya
sebagai pengetahuan baru, namun sesungguhnya tentang hal itu
(pengetahuan), setiap manusia sudah membawanya dari dunia sana (dunia
jiwa).
Jadi teori Dua Dunia-nya Plato menyatakan bahwa di
dunia nan jauh di sana (dunia jiwa) terdapat ide-ide atau bentuk abadi,
sedangkan di dunia kita (dunia raga/nyata) ini terdapat benda-benda yang
sifatnya semu. Contoh: Kalau kita melihat patung/lukisan/sebuah
bangunan megah, maka bagi Plato itu bukan merupakan yang sebenarnya.
Karena yang sebenarnya itu dalam bentuk idea sempurna dari dunia lain.
Jadi benda-benda yang nampak terlihat itu sebenarnya “mimesa”, sebuah hasil tiruan saja.
Misteri makna Angka dalam Salib Atlantis (LewoTanah), Pancasila
Dunia langit (angka 0 di atas) dari angka 8 dengan dunia bumi (angka
di bawah) dari angka 8, dalam perenungan terhadap filsafat angka-angka
sesuai peradaban yang menjadi sistem kehidupan (kutur, substansi,
struktur) sosial suku bangsa Lamaholot di Nusa Tenggara Timur, maka
makna angka 8 adalah penyatuan Langit dengan Bumi. Angka 8 menjelaskan rahasia alam semesta menempatkan 0 di atas itu sebagai Langit yang dikenal dengan Rera-Wulan, sedangkan di bawah itu sebagai Bumi yang dikenal dengan Tanah-Ekan.
Dalam dialektika langit dan bumi, angka 8 itu menjadi jalan matahari
disetiap garis yang membentuk angka 8: yakni untuk 0 langit itu (di
atas) jalan matahari siang, sedang 0 bumi itu (di bawah) jalan matahari
malam/Bulan (Bandingkan Arysio Santos "ATLANTIS The Lost Continent Finally Found", The Devinitive Localization of Plato's Lost Civilization (2005), diIndonesiakan menambah subjudul: INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA (2009), hal. 188.
Arysio Santos
mencermati bahwa konsep pembalikan waktu itu sampai ke Yunani, seperti
yang diutarakan oleh Plato dalam dialog berjudul Negarawan (Statesmen). Konsep ini sebenarnya berasal dari masyarakat Hindu dan, lebih tepatnya bangsa Atlantis. Dalam tradisi-tradisi Hindu, waktu berputar. Atas dasar inilah, Shesha (baca: ular), sering kali disebut Ananta (tak
berujung). Fakta ini digambarkan oleh bentuk Shesha sendiri, yang
berhubungan dengan symbol ketakterbatasan, angka 8 telentang. Inilah
yang sebenarnya terjadi dengan waktu yang berputar. Dua lingkaran (dua
angka 0) di sini (langit dan bumi) adalah pasangan dari masing-masing
pihak. Simbol Ular Shesha ini sering menjadi lambang kedokteran,
atribut lain yang sering digunakan yang berasal dari dewi Tanit dan
pasangan lelakinya, Moloch, alias Atlas itu sendiri. Dua monster juga
sering membentuk citra Ouroboros, yaitu mulut masing-masing monster berada di anus monster yang lain, kurang lebih sama dalam simbolisme angka “69”.
Merujuk kepada awal kehidupan sebagai menyatu Langit dan Bumi (Rera-Wulan dengan Tanah-Ekan), terpahami dan teramati dalam “Sup” pre-biotik purba (pendahulu kehidupan purba), yakni menyatunya sinar mentari menembuskan cahaya ke dalam lautan purba samudra Pasifik (menyatu empat sungai surga) membentuk sel kehidupan. Bandingkan dengan Arysio Santos menandaskan Ular Ouroboros dalam keyakinan Hindu berpadanan dengan Samudra, Lautan, sebenarnya berarti ”yang melingkungi”, seperti juga kata ”Ocean (Samudra)” itu sendiri (hal. 342).
Gagasan tentang “yang melingkungi” ini menurut Arysio Santos seperti tepatnya apa yang Plato maksudkan tentang laut atlantisnya sebagai samudra sesungguhnya (alethinos pontos) yang melingkungi dunia, yakni samudra Atlantik yang sesungguhnya Lautan Pasifik
itu sendiri (hal. 342). Samudra Pasifik merupakan samudra utama yang
membagi ke Barat (lautan Atlantik) dan ke timur (lautan Hindia).
Simbol Atlantis: MATAHARI, Bintang Laut
sebagai simbol Matahari di bawah laut (malam hari). Simbol Atlantis
yang hilang tenggelam, tersembunyi di bawah laut (hal. 265-278).
Jejak arti Ular sebagai Matahari, bisa ditemukan dalam kata ”Nipon” (Jepang) yang berarti ”Matahari Terbit”. Dengan demikian dalam Koda Lamaholot ditemukan oleh Petu Sareng Orin Bao alias Pater Piet Petu, SVD (almarhum) yang menyebut nama purba pulau Flores adalah Nusa Nipa dalam bukunya: “NUSA NIPA WARISAN PURBA” (1969) sebagai ”heliocentris”: ”Koten rae lera matan, ikung lau lera helut”= Konsep tentang Asal muncul (matahari terbit atau mata air) dan Akhir singgah (terbenamnya matahari atau tujuan akhir mengalirnya air sungai). ”Koten pana doan, ikung gawe lela”=
sebuah ungkapan simbolis dari gerak muncul dan menghilangnya matahari”.
Dengan demikian sesungguhnya nama purba yang lain dari Pulau Flores
selain Nusa Nipa, Nusa Ular adalah Nusa Matahari (Matahari Salib Kehidupan) nama yang terpurba.
“Misteri Angka “69” dalam kesempurnaan menjadi angka 8, dalam mengungkap misteri manusia kemanusiaan, maka dalam peradaban Lewotanah itu menjelaskan dunia langit (0 di atas dari angka 8) sebagai Ama Rera-Wulan (Laki-laki/Pria), kemudian dunia bumi ( di bawah dari angka 8) itu menjelaskan Ina Tanah Ekan (Ibu Pertiwi). Dalam penjelasan Oppenheimer “misteri angka “ 69”
itu sebagai bersatunya Langit-Bumi untuk alam semesta, sedangkan
misteri manusia kemanusiaan sebagai bersetubuh laki-laki dengan
perempuan. Bersatu Langit-Bumi untuk membentuk kehidupan alam semesta,
bersetubuh manusia Laki-laki dengan Perempuan untuk
menghasilkan/melahirkan kehidupan manusia baru. (Bandingkan Oppenheimer dalam bukunya “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia” 1998, diindonesiakan “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara” 2010, hal. 475-514.
Tertelusuri “Misteri Angka “69”
dalam kesempurnaan menjadi angka 8, dalam Peradaban suku bangsa
Lamaholot di Nusa Tenggara Timur, menjelaskan dunia kehidupan alam
semesta (Langit Bumi)/Peradaban dengan dunia kehidupan manusia kemanusiaan (Pria/Laki-laki–Perempuan/Wanita)/Kebudayaan dalam pendasaran konsep Dualisme Kosmos dan Dualisme Sosial dari F.A.E. Van Wouden (Dalam Structuurtypen in de Groote Oost (1935), diindonesiakan: KLEN, MITOS, DAN KEKUASAAN, Struktur Sosial Indonesia Bagian Timur (1985), hal. 25-146. Apabila angka 8 dalam posisi Vertikal (Dualisme Kosmos) terpahami sebagai Langit (Rera-Wulan) menempatkan angka 1, maka Bumi (Tanah-Ekan) dalam posisi angka 2. Sedangkan angka 8 dalam posisi Horisontal (Dualisme Sosial) terpahami sebagai Perempuan/Wanita (Ina Tanah-Ekan) menempatkan angka 4, sedangkan Laki-laki/Pria (Ama Rera-Wulan) dalam posisi angka 5.
Memaknakan angka-angka dalam pendasaran konsep Dualisme Kosmos dan Dualisme Sosial dari Van Wouden, tentu tidak dapat dipisah-lepaskan dengan Pancasila yang terilhami dalam nurani Bung Karno semasa pengasingan di Kota Ende (Pulau Flores 1934–1938) sebagai wilayah Kepulauan Matahari Purba (Solor=Matahari). Angka 3 dalam Pancasila sebagai pemersatu, Poros yang mendialektikan kesatuan dan persatuan angka 1 dan 2 dengan angka 4 dan
5. Sesungguhnya rahasia Alam Semesta dan misteri Manusia Kemanusiaan
dalam hidup kehidupan itu merupakan DIALEKTIKA dari ROH=SABDA=NURANI
yang terpahami dalam angka-angka/bilangan!!!. Tertelusuri Falsafah TRI
HITA KARANA dalam kepercayaan Hindu memiliki konsep yang dapat
melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman
globalisasi dan homogenisasi. Hakikat ajaran tri hita karana
menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga
hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan
alam sekeliling, dan hubungan dengan ke Tuhanan yang saling terkait satu
sama lain. Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama
aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras
antara satu dan lainnya (saling dialektik). Apabila keseimbangan
tercapai, manusia akan hidup dengan dapat mengekang segala tindakan
berekses buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai dalam alam
semesta.
Dialektika BENAR-SALAH dan Dialektika BAIK-BURUK:
untuk mengerti yang benar dan memahami yang salah dalam ROH, menerima
yang baik-memaklumi yang buruk melalui SABDA!!! Semuanya tersemayam di
kedalaman NURANI setiap INSANI yang berILAHI!!! Supaya tersemayam
damai-sejahtera di kedalaman NURANI dan menggerakan JIWA di hati &
membuka AKAL yang berBUDI melalui ketjaman NALAR dalam hidup
kehidupan!!!, maka setiap INSAN dalam segala kehingar-bingaran kehidupan
yang duniawi harus ada waktu juga untuk kehidupan yang ILAHI.
Menyeimbangkan, menserasikan, menselaraskan kehidupan yang ILAHI dan
kehidupan yang DUNIAWI!!!
Karena PANCASILA yang terilham dalam sosok Putra Fajar Bung Karno,
sesungguhnya DIALEKTIKA dari ROH=SABDA=NURANI!!!, yang terjelaskan
dalam ROH idealisme-nya HEGEL sila 1 dan 2 disatukan sila 3=PERADABAN
sebagai Makrokosmos. Sedangkan Roh materialisme-nya MARX dalam sila 4 dan 5 di satukan sila 3=KEBUDAYAAN, sebagai Mikrokosmos.
Peradaban=VERTIKAL, Kebudayaan=HORISONTAL. Cross untuk menyatunya
vertikal dengan horisontal= SALIB. Salib HIDUP & KEHIDUPAN!!!
Angka 7
itu adalah angka kepenuhan=angka syukur=tiang syukur=EKEN MATAN PITO,
yang menghubungkan angka 0 langit dengan angka 0 bumi, dalam symbol
menyatukan langit dan bumi dalam angka 8. Sesungguhnya awalnya angka 0
langit dan 0 bumi ini dari awal mula menyatu dalam angka 0 itu yang
sering dikenal dengan telur kosmik yang menetas (Oppenheimer, hal.
489-491). Telur kosmik (0) yang menetas itu dalam ungkapan bahasa
Lamaholot “telun tou nen pesak”, artinya dari sebutir telur
yang kemudian terbagi. Maka 0 yang di atas itu menjelaskan dunia
LANGIT, selanjutnya dipahami sebagai dunia TUHAN yang terjelaskan dalam
angka 1 sebagai sila Pancasila. Sedangkan 0 yang di bawahnya itu
menjelaskan dunia BUMI, selanjutnya terjelaskan dalam angka 2 sebagai
dunia Kemanusiaan dalam Pancasila (bandingkan dengan Oppenheimer, hal.
512-515).
Makna angka 7 dapat tertelusuri dalam Arysio Santos tentang simbolisme religius menorah,
yakni tempat lilin bercabang tujuh orang Yahudi (hal. 197). Replika itu
selama ini bagi Ata Lamaholot (Manusia Lamaholot) di Nusa Tenggara
Timur, khususnya Ata Adonara dalam Eken Matan Pito (bambu Aur
yang yang bertangkai tujuh) dipotong dan dirapikan, kemudian ditanam di
depan NUBA (batu keramat) tempat ritual religius. Eken Matan Pito itu
simbol penghubung bumi (TanahEkan) dengan langit
(ReraWulan/Matahari-Bulan), penghubung Manusia dengan Tuhan. Tujuh
cabang/ranting dari batang aur itu untuk mengantung setiap hasil
pertanian atau rejeki yang diperoleh, atau untuk mengantung setiap
harapan, permohonan dalam ritus dan atau mempersembahkan segala hasil,
melaporkan segala pencapaian, kesuksesan dalam perjuangan hidup sebagai
tanda rasa syukur kepada RERAWULAN (matahari-bulan) simbol ALLAH,
TUHAN di langit, tempat yang maha tinggi.
Demikianlah
diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari
ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu,
berhentilah ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaannya yang telah
dibuatnya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan
menguduskannya, karena pada hari itulah ia berhenti dari segala
pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu. Demikianlah riwayat
langit dan bumi pada waktu diciptakan (Kejadian 2:1-4).
Dengan demikian pada hari ke 7, bagi kalangan umat Kristen diyakini
sebagai hari bersyukur dengan memuliakan Allah dengan segala ciptaannya.
Dalam kaitan peradaban maka kemunculan angka 7 dalam ilmu astronomi
yang paling terkenal adalah konstelase Pleiades, yaitu 7
bintang yang dapat dilihat oleh mata telanjang. Sedangkan dihubungkan
dengan kemanusiaan, maka kata ‘Pleaid’ bahkan digunakan sebagai kata
yang menjelaskan tujuh orang (biasanya terkenal) seperti tujuh manusia
bijaksana dari Yunani, tujuh orang bijak dari Timur, tujuh perempuan
atau bidadari (Oppenheimer, hal. 517-539).
Angka 3
itu mengandung makna Poros, yang menyatukan, persatuan dan kesatuan,
seperti sila 3 Pancasila. Dalam simbolisme Salib Atlantis termaknakan
dalam Pancasila, maka sesungguhnya terpahami angka 3 Pancasila itu
menyatukan dunia Langit dalam cahaya ilahi melalui symbol Matahari
(sila 1) dengan dunia Bumi dalam symbol air lautan purba Pasifik (2),
menjadikan awal kehidupan (bandingkan Arysio Santos, hal.342). Terjadi
awal kehidupan dalam proses-nya berwujud ikan laut mewakili Fauna, dan
gangga laut mewakili Flora, cikal-bakal Manusia Raksasa yang
berkeTuhanan. Begitupun angka 4 yang mewakili manusia Wanita,
menggambarkan karakter yang lebih nyata/materiel, sila 4 Pancasila
menyebut Kerakyatan dalam hikmat permusyawaratan dan perwakilan. Angka 4
simbol manusia Wanita tentu berpasangan dengan Pria/Laki yang
menggambarkan karakter yang lebih ideal/spirituil; dalam sila 5
Pancasila bermakna Keadilan Sosial. Tersatukan angka 4 dan angka 5 di
Poros (angka3) demi menghasilkan keturunan, melahirkan/mewariskan
manusia yang berkeadilan.
Angka 6 = angka 9:
dalam pemaknaan Lamaholot sebagai MULA-SEDAN=Menaburkan bibit Koda,
Sabda. Koda yang TERTANAM=TERWARISKAN akan tumbuh berkembang dengan
jaya ibarat tanaman pohon dan dedaunnya menyentuh langit
(LOLON/daun-daunnya & EPAN/batangnya, TAWAN & NUBUN (tumbuh dan
terus tumbuh) gere GOE Rera-Wulan ( menyatu langit)=angka 6. Karena akar KODA menghujam dikedalaman BUMI ( RAMUT-ten lodo GOE parak Tanah Ekan=angka 9.
MENYATU
Angka 6 dan Angka 9 = Angka 8= PERSATUAN DUNIA LANGIT=angka 9
(RERA-WULAN)/Filsafat Idealisme-nya Hegel DENGAN DUNIA BUMI=angka 6
(TANAH-EKAN)/Filsafat Materialime-nya Marx, = KODA deket=SABDA yang
menghidupkan. Koda, Sabda itu adalah ROH yang menyatukan filsafat DUA
DUNIA dari PLATO (Dunia JIWA dan Dunia BADAN). Artinya Jiwa itu
idealisme-nya Hegel, sedangkan Badan itu materialisme-nya Marx yang
dapat HIDUP untuk bermakna dalam sosok sebagai MANUSIA, apabila
diSATUkan oleh ROH=KODA/SABDA. Bandingkan juga dengan penyatuan angka 1
dengan 2, angka 4 dengan 5 dalam makna angka 3 sebagai simbolisasi
PANCASILA dalam makna SALIB ATLANTIS (Bandingkan G.W.F Hegel dalam karyanya The Philosophy of History, terbitan Dover Publication, Inc., 1956, diindonesiakan Filsafat Sejarah, Cet. III, 2007, hal. 108-109).
Misteri keilahian makna angka sebagai bilangan awal mula, apabila dihadapkan dengan firman tentang Alpha dan Omega (Wahyu,
1:8, 22:13), maka Alpha-Omega= 0 - 1 (satu) 0=Awal-Akhir selalu 0
yang satu saja, yakni 0 sampai 1 (satu) 0/10, bermakna dari ketiadaan,
melalui ketiadaan, menuju ketiadaan: 0=Roh. Jadi angka 0 bukan kosong, bukan hampa, namun bersemayam Roh=Maha Kekuatan.
Menjelaskan DIA yang Awal dan yang akhir. Artinya yang terawal adalah
yang terakhir sedangkan yang terakhir adalah yang terdahulu (Injil Lukas,9:48,
13:30), maka di sini dapat terselami rahasia angka 10 itu sebagai
satu (1) 0. Artinya terawal angka 0, terakhir juga 0, yakni satu (1)
0=angka 10.
Terpahami keseluruhan alam semesta, beserta
dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu
ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Dengan perkataan lain terjadi
ledakan/menetasnya telur (angka 0) kosmik. Peristiwa ini, yang dikenal
dengan "Big Bang" (Bandingkan Alan Woods dan Ted Grant dalam “Reason in Revolt: Revolusi Berpikir Dalam Ilmu Pengetahuan Moderen”, 2006, hal. 285-299), membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan (0) sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan
satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai
asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada,
yang kelak kembali kepada ketiadaan (0) yaitu satu (1) 0=10.
Dalam teori Pemecahan Massa Benua (pecahnya Telur Kosmik),
Big Bang, terpahami sebagai terpisahkan langit dan bumi. Angka Satu (1)
0=10, terpahami sebagai angka 1 yang menjelaskan Dunia Langit
(Rera-Wulan dalam pemaknaan Bahasa Lamaholot), Dua (2) 0=20, terpahami
sebagai angka 2 yang menjelaskan Dunia Bumi (TanahEkan dalam pemaknaan
Bahasa Lamaholot) yang menegaskan Peradaban (alam semesta, makrokosmos, vertikal). Salinan (tiruan) penegasan Peradaban itu terulang, copi/salinan-nya dalam Kebudayaan(manusia, mikrokosmos, horizontal), terungkap dalam angka Empat (4) 0=40 terpahami sebagai angka 4 yang menjelaskan Dunia Manusia Wanita (Ina Tanah Ekan dalam pemaknaan Bahasa Lamaholot), sedangkan angka Lima (5) 0=50 terpahami sebagai angka 5 yang menjelaskan Dunia Manusia Laki-laki (Ama
Rera-Wulan dalam pemaknaan Bahasa Lamaholot). Kerangka penciptaan
Langit dan Bumi, Penciptaan Manusia, dapat tertelusuri dalam
Oppenheimer, hal.475-584), sedangkan dalam Kitab Kejadian, 1, 2 tentang
Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya.
Maka makna angka Tiga (3) sebagai angka Persatuan dan Kesatuan dalam sila Pancasila (angka menyatukan: Trinitas)
menjadi 3= 1 + 2, menjadi kelipatan dalam angka 9= 4 + 5. Dalam
misteri angka 69, sesungguhnya terletak filosofi angka 3 dalam kelipatan
menjadi angka 6 dan angka 9. Kemudian angka 3 memperoleh kesempurnaan
Persatuan dan Kesatuan-nya dalam angka 8, sebagai penyatuan angka 6 dan
angka 9, juga tersempurnahkan angka 3 itu sendiri menjadi angka 8.
Tertempatkan angka 7 bermakna sebagai tiang panji syukur, Eken Matan Pito bagi manusia Lamaholot di Nusa Tenggara Timur, sedangkan Menorah (tiang lilin bercabang tujuh) bagi suku bangsa Yahudi.di Timur Tengah. Tiang yang menghubungkan Langit-Bumi, dalam kepercayaan Hindu sebagai Pilar/Penyanggah. Dalam Kitab Suci sering disebutkan dengan Gunung Batu sebagai simbol penghubung bumi (TanahEkan) dengan langit (ReraWulan/Matahari-Bulan), penghubung Manusia dengan Tuhan.
Penutup
Rahasia
Alam Semesta (Makrokosmos) dan Misteri Manusia dan Kemanusiaan
(Mikrokosmos), tidak lain adalah SABDA, atau KODA yang dimiliki dan
dapat dipahami RAHASIA-nya oleh setiap Anak LEWOTANAH. Makna lain dari
LEWOTANAH itu SALIB ATLANTIS, merupakan milik manusia KEPULAUAN MATAHARI
(Solor) PURBA: Nusa Tenggara-Maluku.!!! SALIB ATLANTIS itu PANCASILA,
inti sabda/koda yang terilhamkan dalam diri Putra Fajar Bung Karno di Ende, Flores 1934-1938.
Arysio Santos menyebut Salib Atlantis itu Sebagai simbol keyakinan purba Manusia Atlantis (hal.126-128, 162-278). Hasil elaborasi dari gagasan Filosof besar Plato tentang Tata Peradaban Sipil yang sudah sangat maju (Atlantis yang hilang)
yang sesungguhnya menjadi Ibu Kandung Peradaban Dunia. Maka Pancasila
sebagai symbol Salib Atlantis, telah mengilhami Putra Fajar Bung Karno
menempatkan angka 3 sebagai Poros. Sedangkan filsuf Pitagoras
menempatkan angka 5 sebagai POROS karena terilhami oleh sepasang pilar
maha meru di TIMUR dengan sepasang pilar maha meru di BARAT dan pilar ke
5 sebagai POROS dalam keyakinan HINDU di INDIA (Bandingkan Arysio
Santos, hal. 248). Sesungguhnya keyakinan INDIA itu merupakan replika
dari keyakinan yang telah menghilhami Putra Fajar Bung Karno di
Ende-Flores sebagai wilayah Kepulauan Matahari Purba (Solor). Poros
dalam angka 3: terjabar dari keyakinan TRINITAS KEPEMIMPINAN PURBA di
WILAYAH Kepulauan MATAHARI PURBA (NTT-MALUKU), terkaji oleh van Wouden
(Bandingkan Van Wouden, hal. 25-81 ).
Bagi saya Pranata
LEWOTANAH ini (jelmaan terpurba keyakinan manusia atlantis) yang sampai
kekinian menjadi keyakinan manusia Lamaholot di Kepulauan Solor (Pulau
Adonara, Lembata, Solor) Nusa Tenggara Timur, sebagai penegasan
peradaban Wilayah Kepulauan Matahari (Solor) Purba yang mencakup wilayah
Nusa Tenggara-Maluku-Sulawesi. Pranata LEWOTANAH ini, oleh filsuf
Plato menyebut sebagai sebuah TATA PERADABAN MASYARAKAT SIPIL YANG
SANGAT TINGGI menjadi IBU KANDUNG PERADABAN DUNIA. Gagasan Filsuf Plato
ini dielaborasi oleh Arysio Santos sebagai SALIB ATLANTIS. Maka itu
PRANATA LEWOTANAH Lamaholot yang sampai kekinian terpraktekan oleh
manusia lamaholot di Nusa Tenggara Timur, sering saya sebut juga sebagai
SALIB Lamaholot=SALIB Atlantis=SALIB India (tersimbol dalam pilar-pilar
maha meru)= SALIB Mesir (Piramida)=SALIB Yunani
(Logika-Etika-Estetika)=SALIB KRISTUS (Roma-Yahudi)=KOSMOGRAM
Atlantis=BULAN-BINTANG ISLAM (Arab).!!!
Terpahami
mengapa kaum yang menganut ilmu Pythagoras menganggap Angka Lima (5)
mewakili sumbu dunia yang kokoh. Gagasan para penganut ilmu Pythagoras
dengan jelas berhubungan dengan simbol-simbol agama Hindu kuno tentang 4
arah (mata angin). Terhadap Empat Arah, doktrin agama Hindu mengetahui
arah kelima (5) yang disebut “arah tetap” dari pusat polar, poros matahari. Bandingkan Arysio Santos (hal 248), dalam Tata Susunan Atlantis, sepasang Pilar Utama di Timur dan sepasang Pilar Utama di Barat, menjelaskan juga Poros Bumi
Atlantis seperti kisah umat Hindu tentang Meru Kembar, menegaskan raga
surga yang hilang. Atlantis yang hilang, surga empiris, surga nyata.
Raga Surga yang Hilang, Surga Nyata, Surga Empirik, Atlantis yang Hilang, Matahari Salib Kehidupan bagi Koda Lamaholot “Tanah Ekan”,
mengenal Taran Neki (Timur), Taran Wan an (Barat), sedangkan poros,
disebut KEPUHUNEN (Lewo Kepuhunen). Lebih lanjut Ata Lamaholot mengenal
KOTEN (Lewo Koten), Pilar Utara, LEIN (Lewo Lein) Pilar Selatan. ATA
LAMAHOLOT dalam menerapkan SALIB ATLANTIS atau TATA ATLANTIS demi menata
kehidupan bermasyarakatnya, merupakan SIMBOL, REPLIKA, DUPLIKAT dari
PRIBADI, DIRI ATA LAMAHOLOT, yakni 1.ONE, nurani,hati sebagai PUSAT,
POROS Lewo, Masyarakat, Dunia , 2. KOTEN, kepala berisisi otak,
pikiran sebagai PILAR UTARA Lewo, Masyarakat, Dunia ,3. LEIN, kaki,
berpijak, landasan sebagai PILAR SELATAN Lewo, Masyarakat, Dunia, 4.
LIMAN NEKI/TARAN NEKI, tangan kiri, bagian badan kiri sebagai PILAR
TIMUR Lewo, Mayarakat, Dunia, 5. LIMAN WANAN/TARAN WANAN, tangan kanan,
bagian badan kanan sebagai PILAR BARAT Lewo, Masyarakat, Dunia.
Replika TATA ATLANTIS ini, terpraktekan pula dalam pembuatan rumah adat,
juga RUMAH tempat tinggal Ata Lamaholot, dengan UMATUKA LANGO (Poros
Rumah), dengan EMPAT PILAR UTAMA rumah di setiap titik persegi empat
rumah, dengan mengenal 4 sudut rumah padanan dengan 4 lengan
rumah.(Bandingkan Chris Boro Tokan, Ringkasan Disertasi “Penyelesaian Delik Adat Pembunuhan Melalui Mekanisme Pranata Lokal Orang Lamaholot di Pulau Adonara”, UI-Jakarta, 2003, hal. 53- 58).
Jiwa Surga, Surga Positivistik, Matahari Salib Utama dalam Koda Lamaholot “ReraWulan”. Raga Surga yang Hilang, Surga Nyata, Surga Empirik, Atlantis yang Hilang, Matahari Salib Kehidupan bagi Koda Lamaholot “Tanah Ekan”. Koda Lamaholot mengenal LEWOTANAH:
sebagai dialektika Matahari Salib Utama(LANGIT), ReraWulan dengan
Matahari Salib Kehidupan (BUMI), Tanah Ekan. Mempertemukan Langit
dengan Bumi dalam ritual magic-religius yang di simbolkan melalui tiang
penghubung (bambu aur yang beranting tujuh): EKEN MATAN PITO, ditanam di depan Batu Keramat (Batu Licin Ceper atau Bundar): NUBA. Di depan NUBA ini dengan TIANG AGUNG (bercabang tujuh, “MENORAH” untuk orang YAHUDI dalam tempat lilin bercabang tujuh:Arysio Santos, hal.197) berlangsung ritus magic-religius yang dihadiri lengkap Poros (Kepuhunen), Taran Wanan (Barat), Taran Nekin (Timur), Koten (Utara), Lein (Selatan).
Teryakini PANCASILA terilham dalam sosok Bung KARNO saat berada di kota Ende, Nusa Nipa, Nusa Matahari, wilayah purba Lamaholot: Sila 1. KOTEN, Ketuhanan (Rera-Wulan); Sila 2 . LEIN, Kemanusian (Tanah- Ekan: Manusia); Sila 3. KEPUHUNEN, POROS, Persatuan, (mempersatukan Koten-Lein dan Taran Nekin-Taran Wanan), EKSEKUSI; sila 4. TARAN NEKI, Kerakyatan, Demokrasi Perwakilan, Legislatif; sila 5. TARAN WANAN, Keadilan Sosial, yudikatif. Kalau kalangan Pitagorean, angka 5 itu Poros, maka Bung Karno, angka 3 yang Poros dalam Pancasila !!!!